Perjalanan seorang Pastur Menjemput Hidayah

Nur Aini, Pembelajar dari Bangkalan

“Pengalaman adalah guru yang terbaik”, kalimat ini menggambarkan nilai spiritual dari seorang calon Pendeta untuk memeluk agama Islam. Arnold Al-Gozius namanya, Al-Gozius adalah nama Sakramen yang diperolehnya saat dibaptis. Lahir dan tumbuh bersama keluarga yang taat beragama sehingga dia memiliki cita-cita untuk menjadi seorang Pastur. Pada tahun 1993 datang ke Yogyakarta untuk belajar menjadi seorang Pastur berkat seorang Suster yang mengatakan “kalau ingin menjadi Pastur datanglah ke Yogya di sana ada lembaga bagus yang akan memberikan pelayanan terbaik”. Dalam pandangan masyarakat dia bertinggal (NTT), menjadi seorang Pastur adalah sesuatu yang sangat Prestisius dan membanggakan. Latar belakang keluarga sebagai aktifis gereja yang menjadikannya terpanggil untuk belajar menjadi seorang Pastur.

Tahun pertama di Yogyakarta Arnold bertinggal di sebuah biara yang tergabung dalam Tarekat Keluarga Kudus. Di Biara ini mengenal Tarekat yang dipilih.  Pada tahun kedua berpindah ke Salatiga, di tempat ini memperoleh pendidikan Rohani dan kemampuan akademik. Dia melakukan sembahyang sebanyak lima kali sehari yakni, Misa Pagi pada pukul 06.00, Meditasi dilakukan pada pukul 08.00, Ibadah siang pada pukul 12.00 dan pada pukul 18.00 ada juga ibadahnya serta ibadah malam pada pukul 19.30. Semua dilakukannya setiap hari dengan penuh kepatuhan. Pada tahun kedua Arnold mengundurkan diri dari pembinaan calon Pastur karena ada perasaan mengganjal dalam hatinya yakni tidak boleh menikah (Selibat). Dalam hati Arnold ada ruang hampa yang terasa sangat kering. Saat melihat sosok seorang perempuan yang usianya lebih tua maka hatinya langsung bergetar karena sejak umur dua tahun ibu tercintanya telah meninggalkannya. Rasa rindu kepada sosok perempuan yang dicintainya ini yang melatarbelakangi dirinya keluar dari biara. Kehidupannya kini dimulai dengan bertinggal di kos-kosan.    

Saat berada di tempat kelahiran, pemikirannya tentang Islam diterima dari orang-orang di sekelilingnya terutama para aktifis gereja (Missionaris). Islam dalam pandangannya adalah agama yang radikal, tertinggal, tidak suka menolong, kumpulan orang-orang miskin dan hal lain yang bersifat negatif. Pemikirannya ini telah membuat dirinya menjaga jarak dengan setiap Muslim. Hal tersebut dibawa sampai ke Yokyakarta. Ada ketakutan pada dirinya kuatir ada perlakuan  diskriminasi terhadap orang berbeda agama atau terhadap orang yang dari luar Jawa. Namun yang dilihatnya berbeda jauh dengan yang ada dalam pikirannya tentang Islam. Masyarakat di sekitar tempat  kos sangat ramah tidak ada diskriminasi bahkan ketika dirinya kekurangan biaya hidup tetangganya membantu. Pengalaman ini telah menghunjam pada dirinya yang membuat kerisauan dalam hati nurani. “Berarti selama ini pemahaman saya terhadap Islam salah besar”,gumannya. Suatu saat Arnold berbincang-bincang dengan bapak kosnya yang notabene adalah seorang taat beragama rajin ke gereja. Bapak kosnya bercerita bahwa dirinya sering mimpi pergi ke masjid dan ini terjadi berkali-kali. Cerita ini disampaikan kepada seorang temannya yang Muslim. Pertanda bahwa hidayah akan turun. Singkat cerita akhirnya bapak kosnya tadi masuk Islam. Awal masuk Islam belum sholat berjemaah di Masjid, mungkin karena kurang percaya diri. Suatu saat sholatnya dilakukan di ruang tamu dan Arnold melihat ada whiteboard kecil yang bertuliskan surat Al-fateha. Sejak membaca Basmalah maka dalam hati Arnold menyimpulkan bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang Islam yang ditemuinya berawal dari bacaan Basmalah ini. Awal konflik batin ini memberikan kesempatan kepada dirinya untuk melakukan Kontemplasi (perenungan). Dalam benaknya semakin menghilangkan pemahaman tentang Islam sesuai pengalaman nyata tentang kebaikan-kebaikan yang dilihat dari orang Islam semakin nampak jelas di depan mata kebenaran Islam. Kegiatan ke gereja tetap dilakukan setiap pekannya sambil melakukan perenungan-perenungan.

Pada Ramadhan tahun 2000 keinginan untuk mendalami Islam semakin memuncak. Tiap Ramadhan warung makan banyak yang tutup, sebagai anak Kos non Muslim merasa kesulitan untuk mencari makan di siang hari. Di tengah laparnya pada suatu siang, sambil memutar mencari warung makan, Arnold melihat ada satu warung yang buka berada di dekat gereja. Ia langsung masuk ke dalamnya dan memesan makanan yang diinginkan. Di tengah asyiknya makan Arnold bertanya kepada sang penjual nasi,”Ibu puasa kan, kenapa melayani orang yang tidak puasa?”sambil tersenyum penjual nasi menjawab “saya telah berniat puasa maka tidak akan ada yang membuat dirinya tergoda untuk makan. Sontak jawaban si ibu ini membuat perang batin dalam hatinya. Bagaimana mungkin seseorang akan mampu berpuasa sedangkan di depan matanya ada orang tak berpuasa. Arnold ingat bacaan yang pernah dibacanya di rumah bapak kos yakni bacaan Basmalah. Semua dapat dilakukan karena keimanan yang kuat kepada Allah swt melalui lafadz Bismillahirrahmanirrahiiim. Sejak saat itu selalu terbayang kebaikan-kebaikan muslim di sekelilingnya. Stigma negatif yang pernah disematkan kini luluh lantak. Sedikit demi sedikit kegiatan di gereja dikurangi.

Pada masa perenungan tentang pengalaman kebaikan orang-orang Islam di sekelilingnya, Arnold menginap di rumah bapak angkatnya. Di sebuah sudut ruangan ada patung bunda Maria dan tak jauh dari tempat itu ada tumpukan buku-buku. Mata Arnold tertuju pada sebuah buku lusuh tentang tuntunan sholat. Ia ingin melakukan sholat tapi tidak menahu caranya. Maka ia mengajak kawannya yang muslim menuju Masjid. Arnold hanya duduk di pelataran masjid dan memperhatikan temannya yang sedang sholat. Dalam pikirannya kenapa orang Islam bersujud saat sholat? Kenapa tangannya terbuka saat berdoa? Pertanyaan-pertanyaan itu ia bandingkan dengan ibadah Kristiani. Orang Kristen jika sembahyang maka posisi lutut yang ada di lantai dengan posisi kedua jari tangan dirapatkan. Seakan-akan menutup semua kebenaran yang datang, guman Arnold. Sedangkan orang Islam jika berdoa maka tangan dalam posisi terbuka mengharapkan sang Khalik melimpahkan semua nikmatnya. Arnold pun teringat saat Paus berkunjung ke sebuah negara , tatkala turun dari pesawat maka ia akan bersujud. Ia teringat sebuah kisah di kitab sucinya yang menceritakan Yesus tatkala dikejar -kejar tentara Romawi dan tatkala terbebas langsung melakukan sujud. Dua hari selanjutnya Arnold minta disyahadatkan.

Tepat pada tanggal 1 April 2000, ia menjadi Muallaf lalu berganti nama menjadi Abdurrahman. Hidayah datang dengan melihat kebenaran Islam dari kebaikan yang ditampilkan oleh orang-orang Islam. Untuk merawat hidayah tersebut Abdurrahman belajar kepada bapak Sudiono tentang Aqidah dan baca Alquran. Ia mampu membaca Alquran setelah empat tahun mempelajarinya. Waktu yang sangat lama karena belajarnya sambil menahan lapar. Maka beliau bercita-cita untuk menyalurkan sembako kepada para Muallaf melalui yayasan Muallaf Center. Kajian Subuh yang kerap diikuti adalah kajian Yunahar Ilyas salah satu pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dia juga menjadi pejuang Muallaf terutama mengkaji tentang Aqidah. Selain itu dalam mengkaji Islam harus mencari sumber yang benar yakni dari Al-quran dan Hadist ungkapnya penuh semangat.

“Bersyukur dengan kekuasaan dan kasih sayangnya Allah swt yang telah memberikan petunjuk taufik dan hidayah, tidak ada kebahagiaan lebih besar daripada diselamatkan oleh Allah swt untuk berada di jalanNYA”. Harapan ustadz Abdurrahman kepada para Muallaf adalah agar tetap istiqomah untuk belajar dan belajar tentang Islam. Bagi yang non Muslim bukalah hati karena kebenaran mutlak dari Allah swt. Demikian ustadz Abdurrahman menutup pembicaraannya. Beberapa catatan dari kisah ustadz Abudurrahman kepada kita penganut agama Islam. Pertama. tunjukkan kebaikan-kebaikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Kedua, tujuan diutusnya Rasulullah saw adalah untuk memperbaiki akhlak. Maka jadikan diri kita sebagai muslim terbaik di lingkungan kita masing-masing. Perilaku-perilaku umat Islam hendaknya mencerminkan nilai-nilai luhur keislaman bukan sebaliknya. Pembelajaran adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu dan biaya. Arnold saat sedang belajar membaca Al-qur’an pikirannya tidak fokus karena menahan rasa lapar. Sebuah renungan bagi sesama muslim melihat saudaranya menjadi muallaf maka perlu adanya sikap saling menguatkan dengan memberikan bantuan materi untuk meneguhkan keimanan yang masih labil. Benar adanya bahwa salah satu dari 8 Asnaf yaitu golongan orang yang berhak menerima Zakat adalah para Muallaf. Kebaikan sekecil apapun yang kita lakukan akan menjadi catatan tersendiri bagi orang lain, maka janganlah bosan untuk mengamalkan kebaikan.

Burneh, 27 Juni 2024

14 Comments

  1. semoga tetap dalam keimanan dan islam

  2. Masya Allah, hidayah Allah kepada makhluk ciptaan-Nya. Sungguh luar biasa. Alhamdulillah kita merasa senang karena bertambah saudara seiman kita. Terima kasih Bu Nur Aini telah berbagi cerita.

  3. Masya Allah, semoga Istiqomah di jalan Allah

  4. Komen is back
    Hahaha

    Terima kasih cerita yang isnpiratif Bunda Nur Aini dear

  5. Mantap sekali Bu Nur Aini
    Inspiratif dan bermakna

  6. Amal saleh dan pencarian nilai hakikat ketuhanan adalah pintu menemukan hidayah.

  7. Tulisan yang cukup bagus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *