Nur Aini, peserta pelatihan dari Kab. Bangkalan

Tepat pk. 14.06 hari Senin tanggal 15 Mei 2023 pelatihan Teknis Pendidikan dan Keagamaan serta tenaga administrasi secara resmi dibuka oleh Kepala Balai Diklat keagamaan Surabaya bapak Dr. H.Japar, M.Pd. Semua petugas upacara diserahkan kepada peserta pelatihan. Dalam sambutannya kepala balai Diklat keagamaan Surabaya mengatakan untuk dapat menjalani pelatihan selama 6 hari ke depan dibutuhkan energi dan semangat yang tinggi. Salah satu tips yang diberikan adalah “lupakan yang di rumah” selama mengikuti pelatihan agar lebih fokus terhadap materi yang disampaikan oleh para Widyaiswara. Hal yang tak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi fit.
Pelatihan ini terdiri atas Penggerak Penguatan Moderasi Beragama angkatan V dan VI, Pelatihan TIK bagi guru MTS, Pelatihan Guru Bahasa Arab dan Pelatihan Keluarga sakinah bagi KUA. Pelatihan diikuti oleh utusan dari masing-masing Kabupaten se-Jawa Timur.
Saat ini merupakan masa milenial yang dalam keseharian selalu berdampingan dengan tekhnologi. Perlu bagi seluruh tenaga kependidikan dan ASN secara keseluruhan untuk beradaptasi dengan tekhnologi. Media sosial yang kita punya diibaratkan sebagai sebuah pisau yang akan bermanfaat jika dipakai untuk kebaikan seperti pisau sang Chief yang mampu menghidangkan masakan lezat. Namun sebaliknya jika Medsos yang kita punya digunakan untuk sebuah kebatilan maka kerugian untuk diri sendiri dan orang lain yang akan diperoleh.
Upacara pembukaan pelatihan telah usai semua peserta menuju kelas masing-masing sesuai jenis pelatihan yang diikutinya. Saya termasuk yang mengikuti pelatihan penggerak penguatan Moderasi beragama berada di ruang kelas J bersama kawan-kawan dari kabupaten lain. Panitia memberikan beberapa tata tertib yang harus ditaati oleh peserta pelatihan. Bapak Dr. H.Sholehoddin, M.PdI selaku Widyaiswara di kelas PPMB angkatan VI memberikan ulasan tentang tujuan diadakannya pelatihan ini diantaranya, mengubah paradigma (mindset) tentang moderasi beragama, menggali wawasan keagamaan, diharapkan peserta menjadi penggerak penguatan Moderasi beragama dan memfasilitasi moderasi beragama. Sedangkan pelatihan Moderasi beragama memiliki Jenjang yang dimulai dari Lokakarya diikuti oleh ASN setingkat eselon 1, Master trainer (eselon 2), Pelatihan instruktur Nasional, TOT, penggerak(6 hari), orientasi, sosialisasi, licensi.
Bapak Sholehoddin menggali harapan dari peserta tentang pelatihan penggerak penguatan Moderasi beragama. Harapannya yaitu mampu memahami moderasi beragama, terbentuknya keharmonisan dalam kehidupan beragama, kerukunan hidup antara umat beragama, tidak ada kekerasan yang mengatasnamakan agama. Widyaiswara juga menanyakan kepada peserta kekhawatiran terhadap moderasi beragama. Pembenaran tindakan oleh satu kelompok tertentu atas nama moderasi beragama menjadi salah satu kekhawatiran peserta pelatihan. Selain itu terjadinya salah persepsi terhadap moderasi beragama. Ada kekhawatiran dicap sebagai orang yang fanatik dan sebagainya.
Pelatihan yang baik diawali dengan kontrak belajar agar proses penyampaian materi dapat diterima secara maksimal. Widyaiswara meminta usulan dari peserta hal-hal yang harus dilakukan dan yang ditinggalkan selama pelatihan. Kontrak belajar yang disepakati diantaranya, Disiplin, mentaati tata tertib, serius, semangat, utuh, saling menghargai, perhatikan waktu sholat, dan menyenangkan. Sedangkan hal-hal yang harus dihindari yaitu kekerasan, bolos, keluar kelas tanpa izin, malas, membully, emosi, comel, su’udzan, mengacaukan suasana, main HP di kelas. Kontrak belajar ini diharapkan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama. (BKD Surabaya hari pertama pelatihan Penguatan Moderasi Beragama PPMB).
Penulis sempat mewancarai salah seorang pemateri yaitu bapak Dr. Sholehoddin tentang Moderasi beragama pada hari terakhir pelatihan. Moderasi beragama bukan sesuatu yang baru, bahkan rakyat Indonesia telah mengamalkan moderasi beragama. Adanya fenomena yang terjadi di masyarakat seperti menganggap kelompoknya paling benar, cara beragama yang ektrim, semangat beragama yang tinggi namun tidak selaras dengan kecintaan kepada NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang menjadi latar belakang pemerintah mencari formula agar kehidupan beragama lebih nyaman dan damai. Moderasi beragama adalah cara pandang, pola pikir dan mengembangkan sikap Wasathiyah (pertengahan) yang merupakan ajaran agama. Moderasi beragama mengajarkan ummatnya agar meyakini agama masing-masing tanpa mencampuradukkan akidah. Artinya setiap orang harus beragama dengan baik sesuai dengan agama yang dianutnya. Jadilah muslim yang baik, jadilah kristiani yang baik atau yang lain. Tujuan Moderasi beragama adalah terciptanya ukhuwah (persaudaraan) yang dapat dijabarkan melalui indikator-indikator seperti komitmen kebangsaan, taat konstitusi, anti kekerasan dan toleransi, serta menghormati tradisi. Menjadi warga negara yang baik dengan melakukan kebaikan-kebaikan sehingga tercipta kedamaian. Konsep Moderasi Beragama dalam Islam sangat jelas telah tercantum dalam Qur’an Surat Al-Kafirun yakni prinsip “Lakum Dinukum Waliyadin” Bagimu agamamu bagiku agamaku. Moderasi beragama jangan sampai membuat kehidupan beragama bersifat “abu-abu’.
ice breaking saat pelatihan